Mesin ketik nazi. ©2013 merdeka.com/angga yudha pratomo |
Walaupun tidak banyak, namun bantuan Nazi saat itu sangatlah penting untuk kemerdekaan Indonesia. Apa peranan yang mereka lakukan untuk bangsa ini terhadap jalannya Proklamasi Kemerdekaan?
Kisah nyata ini berawal pada malam tanggal 16 Agustus 1945, saat sebuah draft proklamasi sudah dibuat oleh Soekarno , Mohammad Hatta, dan Ahmad Soebardjo. Seperti yang diketahui, pembuatan teks proklamasi tersebut dilakukan di rumah Laksamana Maeda, di Jl. Miyako-Doori 1, Jakarta. (sekarang Jl. Imam Bonjol No. 1, Menteng, Jakarta Pusat).
Namun, masalah yang tak terduga pun datang. Mesin ketik di rumah Maeda ternyata memakai huruf kanji. Untungnya, salah seorang ajudannya, Satsuki Mishima, mengetahui di mana bisa mendapatkan mesin ketik tengah malam itu.
Dia langsung pergi menggunakan mobil Jip kepunyaan Maeda untuk meminjam mesin ketik kepunyaan kantor perwakilan Angkatan Laut Jerman (Kriegsmarine) di Indonesia.
Mesin ketik itu merupakan salah satu benda bersejarah di Indonesia. Namun, ketika tim merdeka.com datang ke Museum Proklamasi, pihak museum menyatakan mesin tik yang dipajang tersebut hanya barang replika.
Salah seorang staf pemandu Museum Proklamasi, Jaka Perbawa menuturkan mesin tik yang dipajang sudah disesuaikan bentuknya dengan mesin ketik bersejarah itu.
"Kalau Mesin ketiknya sendiri yang sekarang bukan, bukan yang milik Jerman. Kita cuma pengadaan saja. Hanya replika saja yang umum digunakan tahun 40an," kata Jaka saat berbincang dengan merdeka.com, Rabu (20/11).
Pihak museum tidak mendapat penjelasan detail tentang mesin tik itu. Walaupun saat pembangunan museum, pemerintah Indonesia memang memanggil orang Jepang yang pernah menjadi kepala rumah tangga di tempat ini, yaitu Satsuki Mishima.
Namun, Satsuki tidak pernah menceritakan soal pinjam meminjam tentang mesin ketik. Mungkin hal itu dianggap tidak terlalu penting.
Selain itu, Jaka mengakui pihaknya sampai saat ini juga tidak mendapat penjabaran mengenai apakah mesin ketik tersebut dikembalikan atau tidak setelah pihak Jepang meminjamnya dari Angkatan Laut (AL) Jerman.
"Dari Mioshi dan Nisijima (ajudan Maeda) juga Ahmad Soebardjo, tidak dijelaskan apakah (mesin ketik) itu kembalikan atau tidak. Saya sendiri sampai sekarang pun saya tidak tau percis di mana kantor Angkatan Laut Jerman berada di mana," tuturnya.
"Seandainya, misalkan ketika waktu itu masa persiapan museum ini didirikan, kita sudah menemukan dulu kantornya Angkatan Laut Jerman itu di mana. Kita telusuri ke Jerman, dan mungkin masih hidup orangnya yang meminjamkan," ujarnya.
Ketika ditanya lebih dalam mengenai keterlibatan Jerman selain mesin ketik, menurutnya hal itu tidak terlalu terkuak. Karena Jerman, saat itu berhubungan langsung dengan Jepang. Bukan dengan para pemimpin Indonesia. (Merdeka)