Tentara Nasional Indonesia (TNI) dinilai tidak mampu mencegah pelanggaran perairan oleh tiga kapal perang Australia pada 19 Desember 2013.
Pelanggaran perairan Indonesia oleh kapal perang Australia terjadi lagipada 6 Januari 2013. Itu pun tidak dicegah aparat keamanan Indonesia.
Kapal perang Australia masuk ke perairan Indonesia hingga 7 mil dari
pesisir Pulau Rote, Nusa Tenggara Timur, untuk mengiring kembali perahu pengangkut imigran yang berlayar ke negara itu.
Penilaian pihak Australia itu disampaikan salah satu imigran, Rabu (8/1). "Tentara Australia bilang tentara Indonesia itu kecil. Tidak mampu berbuat apa-apa," kata Mohamed Abdirashid, 18, imigran asal Somalia.
Ia mengisahkan, selama pelayaran melintasi perairan Indonesia menuju Australia, lampu kapal perang tersebut dipadamkan termasuk pada malam hari. Pemadaman lampu tersebut bertujuan mengelabui aparat keamanan Indonesia.
"Kami berlayar hampir dekat ke Pulau Rote kemudian melihat perahu di kejauhan. Kami mengira itu kapal perang Indonesia, ternyata bukan," ujarnya. Oleh kapal yang ternyata milik Australia, Abdirashid diminta untuk terus jalan karena Pulau Rote sudah dekat.
Sementara itu, Ketua Yayasan Peduli Timor Barat Ferdi Tanoni mendesak Pemerintah Indonesia khususnya TNI agar tegas kepada Australia. Pasalnya, keberadaan kapal perang Australia di perairan Indonesia yang tanpa izin merupakan pelecehan.
"Tindakan Australia menghalau para imigran sampai perairan Indonesia merupakan pelecehan yang harus diambil tindakan tegas oleh Jakarta," katanya.
Imigran Timur Tengah yang dihalau kapal perang Australia kembali ke
Indonesia sebanyak dua kali. Pertama pada 19 Desember 2013 sebanyak 47 orang. Kedua pada 6 Januari 2014 sebanyak 45 orang sehingga total
imigran yang ditampung di sebuah hotel di Kota Kupang sebanyak 93 orang.
Kepala Imigrasi Kupang Silvester Sililaba mengatakan imigran ditampung di hotel karena Rumah Detensi Imigrasi (Rudenim) Kupang saat ini penuh. (MetroNews)