TNI Angkatan Udara semakin percaya diri menjaga Kedaulatan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), terutama wilayah udara (Dirgantara) seiring dengan pemenuhan Minimum Essential Force (MEF) TNI AU yang hingga kini sudah mencapai 28,7 persen.
“Sampai saat ini MEF TNI AU sudah mencapai 28,7 persen dari renstra kita pengadaan 102 pesawat berbagai jenis. Dan harapan kita tahun 2024 mendatang MEF TNI AU sudah mencapai 100 persen,” kata Kepala Dinas Penerangan TNI AU (Kadispenau) Marsekal Pertama TNI Hadi Tjahyanto pada acara kunjungan Silaturrahmi ke Kantor Harian Umum Pelita, di Jalan Minangkabau, Manggarai, Jakarta Selatan, Kamis (9/1/2014). Turut hadir Kasubdispenum Dispenau,Kasubdispenpas, Kasubdisjarah, dan sejumlah pejabat teras Dispenau.
Lebih lanjut Kadispenau menyampaikan TNI AU akan terus meningkatkan kekuatan pertahanan udara nasional guna meningkatkan kewibaan bangsa Indonesia di mata Internasional dalam hal kedirgantaraan. “Negara akan berwibawa jika pertahanan udaranya kuat. Untuk itu TNI AU akan terus berupaya meningkatkan kekuatan, baik itu Alutsista maupun sumber daya (personel),” kata Kadispenau.
Kadispenau juga mengatakan, dengan hadirnya alutsista baru TNI AU, baik itu pesawat tempur, radar, maupun rudal, maka kedepannya tidak ada lagi penerbangan gelap yang melintas di wilayah udara Indonesia. “Saat ini radar-radar TNI AU bekerja 24 jam guna memantau ancaman yang datang, termasuk penerbangan gelap. Dan kita juga telah memiliki Skadron Sukhoi di Makassar yang siap memukul,” tegas Kadispenau.
Alhasil, kata Kadispenau, kehadiran pesawat tempur Sukhoi di Makassar telah mengurangi kegiatan penerbangan gelap di wilayah Kalimantan.
Pada bagian lain, Kadispenau menyampaikan harapan TNI AU menjadi kekuatan yang dapat disegani dan sekaligus merebut hati rakyat. Hal itu dilakukan selain menunjukkan kepada rakyat Indonesia mengenai kekuatan TNI AU, juga dengan cara menggali potensi sejarah kedirgantaraan yang pernah terjadi di Indonesia.
“Dalam konteks ini kita berharap kerjasama dengan media untuk menyampaikan pesan kedirgantataan kepada masyarakat, sehingga masyarakat, khususnya generasi muda yang merupakan generasi penerus dapat berperan aktif turut serta membangun kekuatan dirgantara,” jelasnya.
Salah satu contoh, kata Kadispenau, lintas sejarah kekuatan udara Perang Dunia ke-II sangat penting untuk digali, karena kekuatan udara pada perang dunia ke-II adalah terbesar di indonesia. Seperti di wilayah Morotai maupun di Papua serta wilayah lainnya. "Perang udara antara tentara Jepang melawan angkatan udara Sekutu memang bukan perang kita, tetapi sejarah berada di wilayah kita yang merupakan inspirasi untuk menggali sejarah," ungkap Kadispenau.
Belum lagi sejarah bagaimana Presiden Soekarno yang merelakan menjual mobilnya untuk demi melanjutkan pembangunan monumen dirgantara. Selain itu juga kisah seorang prajurit TNI AU berpangkat Kopral yang bertugas memantau radar, dan ternyata berhasil menangkap pesawat mata-mata Amerika. Hal ini selanjutnya dijadikan alat diplomasi Presiden Soekarno kepada Amerika untuk menekan Belanda hengkang dari Tanah Air.
“Kisah-kisah seperti ini kami kira perlu disampaikan kepada masyarakat sehingga masyarakat mengetahui kisah-kisah ada ada dibalik TNI AU,” ujar Kadispenau. (POL)