Penamaan kapal perang KRI Usman Harun menambah daftar panjang memanasnya hubungan pemerintah Indonesia dengan Singapura. Akankah hubungan Indonesia dan Singapura merenggang apalagi terputus akibat polemik ini?
Pengamat Militer dari Center for Strategic and International Studies (CSIS), Kusnanto Anggoro mengatakan, pemerintah Singapura tak akan berani mengambil keputusan seberani itu. Ia menilai, pihak yang paling dirugikan jika terjadi pemutusan kerja sama militer atau yang lebih parah pemutusan hubungan diplomatik adalah Singapura sendiri.
"Sebagai negara yang seharus berdaya diri, pasti untung kita. Artinya mereka lebih rugi. Kita negara besar, gitu aja koq susah amat," ujarnya saat dihubungi Sindonews, Rabu (12/2/2014).
Menurutnya, ketergantungan Singapura akan Indonesia sangat besar. Karena itu, rasa tidak mungkin Singapura berani bertindak lebih jauh di luar protes terhadap penamaan KRI Usman Harun.
"Singapura tanpa Indonesia itu enggak mungkin. Kalau Indonesia tanpa Singapura itu enggak apa-apa. Enggak mungkinnya kenapa, mereka akan dimakan oleh Malaysia dan Australia," tandasnya.
Polemik KRI Usman Harun muncul karena adanya protes Singapura terhadap penamaan itu. Pihak Singapura berpendapat Usman Harun merupakan tokoh yang ditangkap dan dihukum gantung oleh pemerintah Singapura atas tuduhan melakukan pengeboman di sekitar MacDonald House di Orchard Road, Singapura pada 10 Maret 1965.
Adapun nama Usman Harun, merupakan gabungan dari nama dua marinir Indonesia, yaitu Usman Janatin dan Harun Said yang dianggap terlibat pemboman di sebuah bangunan di Orchard Road pada tahun 1965.
Dua marinir Indonesia itu, telah dieksekusi dengan hukuman gantung di Singapura, karena dianggap bersalah dalam pemboman tersebut. Jenazah keduanya telah dimakamkan di Taman Makam Pahlawan (TMP) Kalibata, Jakarta Selatan. (Sindo)